Selamat Datang Di Blog Sulateep

Selamat Datang Di blog ini,,,semoga berkenan di hati anda dan semoga bermanfaat bagi anda...mohon kritik dan sarannya ya,,,matur Suwun,,,,

Senin, 14 November 2011

Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

strategi pembelajaran

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

Sumber:

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.

Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rabu, 19 Oktober 2011

PENETAPAN POTENSIAL AIR JARINGAN TUMBUHAN

I. Tujuan

Mengukur nilai potensial air jaringan umbi kentang.

II. Pendahuluan

Potensial air merupakan ukuran dari energi bebas air yang dipengaruhi oleh zat terlarut, tekanan dan partikel matriks. Kontribusi dari potensial air oleh solute terlarut disebut dengan potensial osmotik, yang selalu bernilai negatif. Di lain pihak, zat terlarut menurunkan potensial air. Potensial tekanan air dapat bernilai positif, negatif, bahkan nol. Tetapi secara umum nilai potensial tekanan ini bernilai positif, karena setiap sel tumbuhan memiliki tekanan turgor.

Terkait dengan kemampuan air untuk berasosiasi dengan partikel koloid, maka munculah istilah potensial matriks. Potensial matriks bernilai cukup kecil, sehingga seringkali diabaikan. Namun, potensial matrik sangatlah penting ketika membahas mengenai hubungannya dengan air tanah (http://employees.csbsju.edu).

Potensial air dapat diwakilkan dengan perhitungan sebagai berikut :

Ѱw = Ѱs + Ѱp + Ѱg

Dengan Ѱs adalah potensial osmotik, Ѱp merupakan tekanan hidrostatik larutan dan Ѱg adalah gravitasi.

III. Hasil Pengamatan

Data Berat Kentang Selama Percobaan
Larutan Sukrosa Berat sebelum direndam (g) Berat setelah direndam (g) Penambahan berat berat (g) Perubahan berat (%)
Air destilata 2,1 2,5 0,4 19,04
0,05 1,7 2,0 0,3 17,64
0,10 1,9 2,0 0,1 5,26
0,15 1,5 1,5 - -
0,20 2,0 1,9 0,1 5,00
0,25 2,0 1,9 0,1 5,00
0,30 1,9 1,7 0,2 10,52
0,35 1,9 1,5 0,4 21,05
0,40 1,5 1,2 0,3 20,00
0,45 1,7 1,4 0,3 17,64
0,50 1,8 1,3 0,5 2,78
0,60 2,0 1,3 0,7 35,00

IV. Pembahasan

Osmosis didefinisikan sebagai pergerakan netto air dari potensial tinggi menuju ke potensial yang lebih rendah. Pergerakan ini berlangsung secara parsial melalui membran permeabel, yaitu membrasn sel. Membran sel melewatkan molekul-molekul kecil seperti air, tetapi tidak mengizinkan molekul besar lainnya untuk lewat. Molekul-molekul ini terus berdifusi sehingga mencapat titik keseimbangan, yang dapat diartikan bahwa molekul tersebut terdistribusi secara acak di dalam sel.

Sel tumbuhan memiliki dinding sel yang kuat. Sewaktu sel-sel ini mengambil air dari lingkungan dengan osmosis, sel tersebut mulai mengembang. Pengembangan ini tidak membuat sel pecah, namun turgiditasnya menjadi meningkat. Turgiditas berarti kaku dan keras. Tekanan di dalam sel bertambah besar, sehingga air tidak dapat memasuki sel lagi. Tekanan hidrostatik berupa turgiditas ini bekerja berlawanan arah dengan osmosis, dan merupakan agen penyetimbang dari proses-proses selular yang dinamis. (http://www.123helpme.com)

Berdasarkan pengamatan pada praktikum ini, terlihat bahwa pada umumnya terjadi peningkatan dari bobot kentang yang di rendam dalam larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi dan air destilata. Peningkatan bobot ini disebabkan oleh masuknya air di dalam larutan sukrosa ke dalam sel kentang dengan cara osmosis. Proses osmosis akan berhenti ketika telah terjadi kesetimbangan antara potensial air sel tumbuhan dengan potensial air larutan. Terlihat dari tabel, bahwa pada larutan sukrosa pada konsentrasi 0,15 M tidak menyebabkan pertambahan bobot kentang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,15 M, kesetimbangan potensial air antara sel tumbuhan dan larutan sukrosa telah tercapai, dan transport air netto berhenti. Pada konsentrasi ini, larutan sukrosa bertindak sebagai larutan isotonis, yang memiliki potensial air sama dengan sel tumbuhan. Perendaman dengan iar destilata juga meningkatkan bobot kentang. Berdasarkan hal ini, diketahui bahwa potensial air di dalam sel tidak sama denagn potensial air murni yang bernilai nol, melainkan lebih negatif. Maka, air destilata yang berada di luar lingkungan sel dapat masuk dan berosmosis ke dalam sel kentang.

Perendaman kentang dengan larutan sukrosa tidak selalu meningkatkan bobotnya. Terkadang justru bobot kentang yang telah mengalami perendaman menjadi lebih kecil daripada bobot kentang semula. Hal ini diakibatkan oleh keluarnya air dari sel kentang secara osmosis pula. Keluarnya air ini disebabkan oleh larutan sukrosa tersebut memiliki potensial air yang lebih negatif daripada potensial air sel, sehingga air akan berpindah dari dalam sel ke larutan sukrosa. Air meninggalkan sel, dan volume sel mengecil. Potensial air sel akan terus menurun sehingga mencapai kesetimbangan dengan potensial air larutan sukrosa.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan bobot kentang setelah perendaman menjadi berkurang selain perbedaan potensial air yang telah dijelaskan di atas. Faktor-faktor tersebut adalah : sewaktu penimbangan kentang setelah direndam, banyak praktikan yang mengeringkan sample dengan ditekan-tekan. Sehingga ada kemungkinan bahwa air yang terserap oleh sel keluar kembali (terserap oleh kertas tissue). Kemungkinan yang kedua adalah waktu perendaman yang tidak seragam antar sample kentang yang akan di uji.

V. Kesimpulan

Potensial air tumbuhan dipengaruhi oleh potensial osmotik, tekanan hidrostatik larutan, serta gravitasi. Penambahan bobot kentang setelah perendaman mengindikasikan bahwa air bergerak masuk ke dalam sel kentang, begitu pula sebaliknya. Pengurangan bobot kentang setelah perendaman menunjukkan bahwa air keluar dari sel. Pergerakan air ini dipicu oleh perbedaan potensial air, berupa perpindahan air dari konsentrasi atau potensial yang lebih tinggi ke potensial yang lebih rendah. Transpor air netto ini akan berhenti ketika kesetimbangan potensial air antara sel dengan larutan tercapai, yaitu berupa larutan isotonis.

VI. Daftar Pustaka

[Anonim] 2010. An Investigation to Find the Water Potential of Plant Tissue. [Terhubung Berkala]. http://employees.csbsju.edu/ssaupe/biol327/Lab/water/water-lab-intro.htm (28 Maret 2010)

[Anonim] 2010. The Water Potential of Plant Tissue: Paper. [Terhubung Berkala]. http://www.123helpme.com/view.asp?id=121970 (28 Maret 2010)

VII. Jawaban Pertanyaan

1. Potensial air dari jaringan umbi kentang :

-Ѱs = M i R T

2. Karena sukrosa merupakan larutan non elektrolit yang memiliki bobot molekul besar, sehingga akan sulit untuk diabsorbsi oleh membrane sel. Jika menggunakan NaCl maupun KCl, keduanya merupaka larutan elektrolit yang memiliki derajat disosiasi, sehingga akan menjadi ion di dalam larutan. Adanya ion ini menyebabkan permeabilitas membrane cenderung meningkat untuk melalukan air.

3. Air destilata digunakan sebagai control atau pembanding dengan larutan sukrosa. Berdasarkan pengamatan dari air destilata dapat diketahui bahwa potensial air dalam sel sendiri bernilai negative, karena air murni yang berpotensial nol tersebut, masuk ke dalam sel dan menyebabkan pertambahan bobot sel kentang.

4. Nilai potensial matriks mengindikasikan besar afinitas absorbs air terhadap senyawa koloid dan permukaan dalam sel tumbuhan. Nilai potensial matriks untuk biji yang kering/tu,buhan xerofit tidak dapat diabaikan karena memiliki nilai yang besar. Hal ini diakibatkan oleh terjadinya peningkatan gradient potensial, sehingga terjadi difusi molekul air untuk menurunkan gradient potensial air dalam rangka mencapai kesetimbangan.

5. – Pada pemupukan dan pemberian pestisida, konsentrasi pupuk/pestisida harus lebih kecil daripada konsentrasi larutan tanaman. Jika konsentrasi tersebut lebih tinggi, maka tanaman akan layu karena kehilangan air (air berosmosis keluar dari dalam sel).

- Irigasi dan drainase

- Keadaan kering, banjir, dan salinitas yang tinggi pada tanah

6. a. Metode perendaman : Berdasarkan pada adanya perubahan densitas dari larutan penguji

b. Metode volume : Berdasarkan perubahan dimensi linear (panjang) dari suatu jaringan dalam berbagai larutan dengan potensial osmoti yang berbeda.

c. Metode imersi uap : Sample jaringan dalam uap air bertekanan tertentu. Sample yang tidak mengalami perubahan berat, potensial airnya sama dengan potensial larutan.

d. Metode Ekhilibrasi uap : Pengukuran terhadap tekanan uap air yang berbeda dalam kesetimbangan dengan air yang terdapat dalam sample jaringan yang ditempatkan dalam ruangan kecil tertutup.

Selasa, 11 Oktober 2011

Kaidah Penulisan Kutipan

Kaidah Penulisan Kutipan-(Kutipan Langsung)
Definisi Kutipan
Kutipan merupakan pendapat atau pernyataan dari seorang pengarang yang diambil dari teks acuan yang berfungsi untuk memperkuat pendapat sehingga memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kutipan dibedakan menjadi dua yakni, kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Pada bagian ini akan dibahas kutipan langsung beserta teknik penulisannya.

Kutipan Langsung
Kutipan langsung merupakan pinjaman pendapat seorang pengarang dengan mengambil teks secara lengkap dari sebuah teks asli dan ditulis apa adanya.
Kutipan langsung dibagi menjadi dua bagian, yakni kutipan langsung panjang, dan kutipan tidak langsung pendek.
A. Kutipan Langsung Panjang
Dinamakan kutipan langsung panjang jika kata lebih dari 40 kata atau lebih dari tiga baris ketikan.
Kaidah penulisannya:
(1)Teks diketik dalam spasi tunggal.
(2)Teks kutipan tidak dimasukkan dalam teks, tetapi ditempatkan pada tempat tersendiri.
(3)Pengetikan dibuat menjorok ke dalam dari teks dengan ketentuan dimulai pada ketukan ke-5 dari garis tepi sebelah kiri.
(4)Kutipan langsung panjang tidak diapit dengan tanda petik.
(5)Sumber kutipan berupa nama pengarang, tahun terbit, serta halaman dari sumber rujukan tidak dimasukkan ke dalam teks kutipan.

Contoh :
Simbol yang tergantung pada tujuan mulia ataupun sakral dari benda itu seperti yang dikemukakan oleh Ricoeur (1988:2),
It is an the work of interpretation that this philosophy discovers the multiple modalities of dependence of the self-its depence on desire glimpsed in an archaelogy of the subject, its dependence on the sacred glimpsed in its eschatology. It is by developing on archaeology, abd eschatology that reflection it self as reflection.

B. Kutipan Langsung Pendek
Dinamakan kutipan langsung pendek jika kutipan tersebut kurang dari 40 kata kurang dari 3 baris. Kutipan ini dapat ditulis integral dalam teks.
Kaidah penulisannya:
(1)Ditulis dalam teks dengan mengikuti jarak spasi teks yang diikuti.
(2)Diapit dengan tanda petik.
(3)Sumber kutipan dapat diletakkan di awal atau dibelakang. Jika peletakan sumber kutipan di awal, maka nama sumber ditulis di luar tanda kurung, sedangkan tahun tebit dan nomor halaman ditulis dalam kurung.

Contoh:
Penganalisisan data ditujukan untuk mengupayakan pemahaman pembaca terhadap hakikat penelitian yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Bodgan & Biklen (1982:145) yang berbunyi, “Analisis data adalah sebuah proses sistematis dalam mencari dan menata transkripsi wawancara, catatan-catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya yang berhasil dikumpulkan demi meningkatkan pemahaman Anda dan memudahkan Anda untuk mengkomunikasikan temuan penelitian Anda kepada pihak lain”.

Bila sumber kutipan ditulis di belakang, maka nama, tahun, dan halaman sumber diketik dalam kurung.
Contoh:
Mengenai pemakaian bahasa logika, senada dengan pernyataan yang berbunyi “pemakaian alat bahasa seperti kata, kalimat secara tepat sehingga setiap kata hanya mempunyai satu fungsi tertentu saja dan setiap kalimat hanya mewakili satu keadaan factual saja” (Wicoyo, 1997:7)…

Tambahan
Penggunaan kutipan langsung sebaiknya diminimalkan, karena kutipan langsung yang bersifat langsung ini tidak dapat dimodifikasi, sedangkan suatu karya ilmiah merupakan cerminan, pandangan, sikap atau pemikiran penulis. Cukup 30% penggunaan kutipan langsung dari seluruh kutipan yang ada. Oleh karena itu, sebaiknya meminimalkan penggunaan kutipan langsung.

Kutipan Tidak Langsung
Kutipan Tidak Langsung merupakan pinjaman pendapat seorang pengarang yang dikemukakan dengan gaya penulis, berupa inti sari pendapat tersebut dan ditulis tanpa tanda kutip serta terpadu dengan teks.
Kutipan tidak langsung dibagi menjadi dua bagian, yakni kutipan tidak langsung panjang, dan kutipan tidak langsung pendek.
A. Kutipan Tidak Langsung Panjang
Dinamakan kutipan tidak langsung panjang jika kutipan lebih dari satu paragraf.
Kaidah Penulisannya:
(1)Tulis nama sumber kutipan untuk memulai sebuah kutipan (tanpa tahun dan nomor halaman) kemudian tulis sumber kutipan di akhir kalimat kutipan ( nama, tahun, nomor, halaman dalam tanda kurung).
(2)Tidak ditulis dalam tanda petik, karena integral dalam teks.
(3)Ketentuan spasi dan margin, sma dengan teks yang lain.

Contoh :
Wujud penalaran ilmiah dalam pelaksanaanya sesuai dengan buah pikiran Shurter dan Pierce yang menyatakan bahwa penalaran induktif merupakan proses penalaran untuk menarik suatu prinsip / sikap yang berlaku umum atau suatu simpulan yang bersifat khusus berdasarkan atas fakta-fakta khusus. Penalaran induktif mugkin merupakan generalisasi, analogi, atau hubungan kausal. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik simpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa itu. Di dalam analogi, inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus ditarik berdasarkan kebenaran gejala khusus yang bersamaan. Hubungan kausal adalah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab-akibat, akibat-sebab, atau akibat-akibat (Shurter & Pierce, 1997: 8).
B. Kutipan Tidak Langsung Pendek
Dinamakan kutipan tidak langsung pendek jika kutipan hanya satu paragraf atau hanya berupa kalimat saja.
Kaidah Penulisannya:
(1)Ditulis integral dalam teks.
(2)Tidak ditulis diantara tanda petik.
(3)Sumber kutipan dapat diletakkan di awal dan di akhir. Sumber kutipan di awal teks kutipan, terdiri dari nama akhir pengarang (ditulis di luar tanda kurung), tahun dan nomor halaman (ditulis di dalam tanda kurung). Bila sumber kutipan diakhiri teks kutipan maka pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman ditulis di dalam kurung. Bila pengarangnya dua orang, sebutkan nama akhir pengarang pertama dan nama awal pengarang ke dua. Bila pengarang lebih dari dua orang, cukup menulis nama akhir pengarang pertama lalu diikuti tanda koma ( , ) dan dkk

Contoh :
Sumber kutipan di awal teks
Pemahaman manusia terhadap simbol-simbol yang digunakan membutuhkan manusia untuk berfikir secara jernih dengan merumuskan simbol. Cassirer ( 1979:31-32) membedakan tanda dengan simbol, karena dianggap keduanya berada pada dua bidang pembahasan yang berbeda. Tanda adalah bagian dari dunia fisik, sedang simbol adalah bagian dari dunia makna manusiawi.

Sumber kutipan di belakang teks
Pemahaman baginya adalah sebagai modus eksistensi manusia, bukan suatu proses subjektif manusia yang dihadapkan kepada suatu objek. Gadmer pulalah yang mengupayakan bahwa hermeuneutik perlu ditingkatkan menjadi masalah kebahasaan, selain dikaitkan dengan estetika dan pemahaman yang historikal (Gadamer, 1975 : 429-421).

Pada bagian ini akan ditunjukkan beberapa contoh kutipan tidak langung dari beberapapengarang, diantaranya.

A. Satu orang pengarang
Sumber di depan
Cassirer (1979: 31-32) membedakan tanda dengan simbol,karena dianggap keduanya berada pada dua bidang pembahasan berbeda. Tanda adalah bagian dari dunia fisik, sedang symbol adalah bagian dari dunia makna manusiawi.

Sumber di belakang
Tanda dengan simbol dianggap berada pada dua bidang pembahasan berbeda. Tanda adalah bagian dari dunia fisik, sedang simbol adalah bagian dari dunia makna manusiawi (Cassirer 1979: 31-32).

B. Dua orang pengarang
Sumber di depan
Boglan & Beklen (1982: 31) mengatakan bahwa bentuk data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan reflektif.

Sumber di belakang
Bentuk data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan reflektif (Boglan & BIklen, 1982:31).

C. Tiga orang pengarang atau lebih
Sumber di depan
Sebagai hiburan, randai kerap kali dilaksanakan untuk mengiringi acara-acara adat dan perhelatan (kenduri). Hal ini ditegaskan oleh Esten, dkk (1981:115) yang menyatakan bahwa permainan randai adalah bagian-bagian dari acara-acara kegembiraan, perhelatan, atau bentuk-bentuk pesta lainnya di dalam masyarakat Minangkabau.

Sumber di belakang
Pemainan randai adalah bagian-bagian dari acara-acara kegembiraan, perhelatan, atau bentuk-bentuk pesta lainnya di dalam masyarakat Minangkabau (Esten, dkk, 1981:115).

Kaidah Penulisan Kutipan-(Kutipan Langsung)

Definisi Kutipan
Kutipan merupakan pendapat atau pernyataan dari seorang pengarang yang diambil dari teks acuan yang berfungsi untuk memperkuat pendapat sehingga memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kutipan dibedakan menjadi dua yakni, kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Pada bagian ini akan dibahas kutipan langsung beserta teknik penulisannya.

Kutipan Langsung
Kutipan langsung merupakan pinjaman pendapat seorang pengarang dengan mengambil teks secara lengkap dari sebuah teks asli dan ditulis apa adanya.
Kutipan langsung dibagi menjadi dua bagian, yakni kutipan langsung panjang, dan kutipan tidak langsung pendek.
A. Kutipan Langsung Panjang
Dinamakan kutipan langsung panjang jika kata lebih dari 40 kata atau lebih dari tiga baris ketikan.
Kaidah penulisannya:
(1)Teks diketik dalam spasi tunggal.
(2)Teks kutipan tidak dimasukkan dalam teks, tetapi ditempatkan pada tempat tersendiri.
(3)Pengetikan dibuat menjorok ke dalam dari teks dengan ketentuan dimulai pada ketukan ke-5 dari garis tepi sebelah kiri.
(4)Kutipan langsung panjang tidak diapit dengan tanda petik.
(5)Sumber kutipan berupa nama pengarang, tahun terbit, serta halaman dari sumber rujukan tidak dimasukkan ke dalam teks kutipan.

Contoh :
Simbol yang tergantung pada tujuan mulia ataupun sakral dari benda itu seperti yang dikemukakan oleh Ricoeur (1988:2),
It is an the work of interpretation that this philosophy discovers the multiple modalities of dependence of the self-its depence on desire glimpsed in an archaelogy of the subject, its dependence on the sacred glimpsed in its eschatology. It is by developing on archaeology, abd eschatology that reflection it self as reflection.

B. Kutipan Langsung Pendek
Dinamakan kutipan langsung pendek jika kutipan tersebut kurang dari 40 kata kurang dari 3 baris. Kutipan ini dapat ditulis integral dalam teks.
Kaidah penulisannya:
(1)Ditulis dalam teks dengan mengikuti jarak spasi teks yang diikuti.
(2)Diapit dengan tanda petik.
(3)Sumber kutipan dapat diletakkan di awal atau dibelakang. Jika peletakan sumber kutipan di awal, maka nama sumber ditulis di luar tanda kurung, sedangkan tahun tebit dan nomor halaman ditulis dalam kurung.

Contoh:
Penganalisisan data ditujukan untuk mengupayakan pemahaman pembaca terhadap hakikat penelitian yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Bodgan & Biklen (1982:145) yang berbunyi, “Analisis data adalah sebuah proses sistematis dalam mencari dan menata transkripsi wawancara, catatan-catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya yang berhasil dikumpulkan demi meningkatkan pemahaman Anda dan memudahkan Anda untuk mengkomunikasikan temuan penelitian Anda kepada pihak lain”.

Bila sumber kutipan ditulis di belakang, maka nama, tahun, dan halaman sumber diketik dalam kurung.
Contoh:
Mengenai pemakaian bahasa logika, senada dengan pernyataan yang berbunyi “pemakaian alat bahasa seperti kata, kalimat secara tepat sehingga setiap kata hanya mempunyai satu fungsi tertentu saja dan setiap kalimat hanya mewakili satu keadaan factual saja” (Wicoyo, 1997:7)…

Tambahan
Penggunaan kutipan langsung sebaiknya diminimalkan, karena kutipan langsung yang bersifat langsung ini tidak dapat dimodifikasi, sedangkan suatu karya ilmiah merupakan cerminan, pandangan, sikap atau pemikiran penulis. Cukup 30% penggunaan kutipan langsung dari seluruh kutipan yang ada. Oleh karena itu, sebaiknya meminimalkan penggunaan kutipan langsung.

Difusi,Osmosis dan Imbibisi

Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalah uap air dari cerek yang berdifusi dalam udara.
Osmosis adalah perpindahan air melalui membran permeabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Membran semipermeabel harus dapat ditembus oleh pelarut, tapi tidak oleh zat terlarut, yang mengakibatkan gradien tekanan sepanjang membran. Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri.
Osmosis adalah suatu topik yang penting dalam biologi karena fenomena ini dapat menjelaskan mengapa air dapat ditransportasikan ke dalam dan ke luar sel.
Osmosis terbalik adalah sebuah istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis adalah sebuah fenomena alam dalm sel hidup di mana molekul “solvent” (biasanya air) akan mengalir dari daerah “solute” rendah ke daerah “solute” tinggi melalui sebuah membran “semipermeable”. Membran “semipermeable” ini menunjuk ke membran sel atau membran apa pun yang memiliki struktur yang mirip atau bagian dari membran sel. Gerakan dari “solvent” berlanjut sampai sebuah konsentrasi yang seimbang tercapai di kedua sisi membran.
Reverse osmosis adalah sebuah proses pemaksaan sebuah solvent dari sebuah daerah konsentrasi “solute” tinggi melalui sebuah membran ke sebuah daerah “solute” rendah dengan menggunakan sebuah tekanan melebihi tekanan osmotik. Dalam istilah lebih mudah, reverse osmosis adalah mendorong sebuah solusi melalui filter yang menangkap “solute” dari satu sisi dan membiarkan pendapatan “solvent” murni dari sisi satunya.
Proses ini telah digunakan untuk mengolah air laut untuk mendapatkan air tawar, sejak awal 1970-an.
• Imbibisi merupakan penyerapan air oleh imbiban
• Contoh: penyerapan air oleh benih
• Proses awal perkecambahan
• Benih akan membesar, kulit benih pecah, berkecambah
Ditandai oleh keluarnya radikula dari dalam benih

Kamis, 29 September 2011

PENGEMBANGAN KURIKULUM model GRASS ROOT

Makalah : Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
GRASS ROOTS



I.PENDAHULUAN

Model atau rancangan bahkan model dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan. Ia membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat mengakomodir tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum, sama seperti arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.
Para ahli kurikulum berupaya merumuskan macam-macam desain kurikulum. Eisner dan Vallance (1974) menyebutnya menjadi lima jenis, yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai teknologi, kurikulum sebagai aktualisasi diri, kurikulum sebagai rekonstruksi sosial, dan kurikulum rasionalisasi akademis. Mc Neil (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat model, yaitu model kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik.
Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang barsifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi sosial, dan kurikulum yang berdasarkan minat individu. Sedangkan Shane (1993) membagi desain kurikulum menjadi empat desain, yaitu desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat, desain kurikulum yang berorientasi pada anak, desain kurikulum yang berorientasi pada pengetahuan, dan desain kurikulum yang bersifat eklektik.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
Ada beberapa model pengembangan kurikulum :
1. Admistrative Model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
2. Grass Root Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass root karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah.
Mencermati hal diatas maka penulis tidak dalam upaya untuk menyajikan kurikulum dari asfek model-modelnya secara keseluruhan. Namun akan lebih mencermati sekaligus mengkaji kurikulum sesuai dengan judul yang ditugaskan kepada penulis, yaitu model pengembangan kurikulum dengan menggunakan pendekatan Grass Roots.

II.PEMBAHASAN

Dilihat dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan yang dapat diterapkan. Pertama, pendekatan top down atau pendekatan administrative, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah; dan kedua adalah pendekatan grass root, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Dalam kondisi yang bagaimana kiri-kira guru dapat berinisiatif memperbarui dan / atau menyempurnakan kurikulum dengan pendekatan semacam ini ? Ya, minimal ada syarat sebagai kondisi yang memungkinkan pendekatan grass roots dapat berlangsung. Pertama, manakala kurikulum itu benar-benar bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara lebih terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya dengan pendekatan ini.
Kedua, pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya untuk meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak akan puas dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya sesuai dengan target maksimalnya. Dalam kondisi yang demikianlah grass roots akan terjadi.
Kemudian bagaimana dengan kenyataan di Indonesia ? banyakkah guru-guru yang mempunyai kemauan dan kemampuan seperti ini ? Baiklah sekarang jangan terlalu hiraukan keadaan itu secara berlebihan, yang terpenting adalah kita harus mulai memahami bagaimana pelaksanaan pendekatan grass roots ini dilakukan. Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin grass roots dapat berlangsung. Kedua, mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.
Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa. Pertama, pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap tujuan akan menentukan pengalaman pembelajaran. Kedua, setiap penglaman belajar harus memuaskan siswa. Ketiga, Setiap rancangan pengalaman siswa belajar sebaiknya melibatkan siswa. Keempat, mungkin dalam satu penglaman belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda. Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang dapat dikembangkan, misalkan pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, pengalaman belajar untuk membantu siswa dalam mengumpulkan sejumlah informasi, pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan sikap sosial, dan pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan minat.
Untuk lebih merinci, penulis akan mengulas kembali secara rinci, bahwa inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah : Perencana, pelaksana, penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dari beberapa kajian di atas, maka dapat ditemukan ciri-ciri dari grass roots model yaitu :
1.Guru memiliki kemampuan yang professional.
2.Keterlibatan langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan dan penentuan evaluasi.
3.Muncul konsensus tujuan, prinsip – prinsip maupun rencana – rencana diantara para guru.
4.Bersifat desentralisasi dan demokratis.

Pengembang Kurikulum
Perlu disadari bahwa kurikulum itu senantiasa berkembang secara dinamis, atau bahkan bisa juga dilakukan perubahan dalam rangka penyempurnaan kurikulum itu sendiri, tujuannya agar kurikulum yang ada tersebut dapat menjawab persoalan dan perkembangan zaman yang ada diwaktu itu dan masa datang. Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah administrator, guru dan orang tua.



1. Peranan para administrator pendidikan :
Para administrator pendidikan terdiri atas :
a.Direktur bidang pendidikan
b.Kepala pusat pengembangan kurikulum
c.Kepala kantor wilayah
d.Kepala kantor kabupaten, kecamatan
e.Kepala Sekolah
Peran para administrator ditingkat pusat (direktur dan kepala pusat) yaitu :
Menyusun dasar-dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum. Atas dasar dari peranan para administrator pusat, maka para administrator daerah (kepala kantor wilayah, kabupaten, kecamatan, kepala sekolah) mengembangkan kurikulum sekolah bagi daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Para kepala sekolah ini sesungguhnya yang secara terus-menerus terlibat dalam dalam mengembangkan dan mengimplementasi kurikulum, memberikan dorongan dan bimbingan kepada guru-guru. Walaupun dapat mengembangkan kurikulum sendiri, tetapi dalam pelaksanaannya sering harus didorong dan dibantu oleh para administrator.
Administrator lokal harus bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mengkomunikasikan sistem pendidikan kepada masyarakat, serta mendorong pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di kelas. Peranan kepala sekolah lebih banyak berkenaan dengan implementasi kurikulum di sekolahnya. Pimpinan tertinggi di lingkungan sekolah tidak lain adalah kepala sekolah. Kepala sekolah juga mempunyai peranan kunci dalam menciptakan kondisi untuk pengembangan kurikulum di sekolahnya. Ia merupakan figur kunci di sekolah, kepemimpinan kepala sekolah sangat mempengaruhi suasana sekolah dan pengembangan kurikulum.



2. Peranan para ahli
Mengacu pada kebijaksanaan yang ditetapakan pemerintah, maka peranan para ahli yakni :
a.Memberikan alternatif konsep pendidikan dan model kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan keadaan dan tuntuatan di atas.
b.Berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum baik dalam tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, lokal bahkan sekolah seperti:
c.Memilih materi bidang ilmu yang mutakhir dan sesuai dengan pengembangan tuntutan masyarakat.
d.Menyusun materi ajaran dalam sekuens yang sesuai dengan struktur keilmuan, tetapi sangat memudahkan para siswa untuk mempelajarinya.

3. Peranan Guru.
Guru merupakan pihak yang telibat secara langsung dalam implementasi kurikulum di sekolahnya. Oleh karena itu guru memegang peranan yang sangat penting baik di dalam perencanaan maupu pelaksanaan kurikulum. Beberapa peran guru dalam upaya menyukseskan implementasi kurikulum adalah sebagai berikut :
a.Sebagai perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya.
Sebagai penerjemah kurikulum yang datang dari atas.
b.Mengolah, meramu kembali kurikulum dari pusat untuk disajikan di kelasnya.
Melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum.
c.Menilai perilaku dan prestasi belajar siswa si kelas.
d.Menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang lebih luas.
e.Sebagai seorang komunikator, pendorong kegiatan belajar, pengembang alat-alat belajar, pencoba, penyusunan organisasi, manager sistem pengajaran.
f.Pembimbing baik di sekolah maupun di masyarakat dalam hubungannya dengan pelaksanan pendidikan seumur hidup.
g.Sebagai pelajar dalam masyarakatnya.
h.Menciptakan kegiatan belajar mengajar, situasi belajar yang aktif yang menggairahkan yang penuh kesungguhan dan mampu mendorong kreativitas anak.

4. Peranan orang tua murid.
Peranan orang tua murid dalam pengembangan kurikulum yaitu :
Melalui pengamatan dalam kegiatan belajat di rumah, laporan sekolah, partisipasi dalam kegiatan sekolah dalam bentuk pelaksanaan kegiatan belajar yang sewajarnya, minat yang penuh, usaha yang sungguh-sungguh. Kegiatan –kegiatan tersebut akan memberikan umpan balik bagi penyempurnaan kurikulum yang sedang dilaksanakan.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah.

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan sebagaimana telah dibahas pada bagian pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi.
Model pengembangan Grass roots ini merupakan inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya untuk meningkatkan kinerjanya.
Seorang professional itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak akan puas dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya sesuai dengan target maksimalnya. Dalam kondisi yang demikianlah grass roots akan terjadi.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS LOKAL BERWAWASAN GLOBAL

A. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum

Istilah kurikulum bagi kita yang berkecimpung dalam dunia pendidikan tentu bukanlah suatu istilah yang asing. Hampir setiap hari kita mengatakannya atau paling tidak mendengar diucapkan oleh orang lain. Hal ini tidak heran karena kurikulum adalah sesuatu yang sangat berkaitan erat dengan dunia kita. Namun kalau kita coba tanya kepada beberapa orang diantara kita apa itu kurikulum, saya yakin kita akan mendapatkan pengertian, pemahaman, dan persepsi yang berbeda. Namun demikian, dari sejumlah pendapat yang ada, umumnya diantara kita memahami kurikulum adalah sebagai sebuah dokumen yang berisi daftar mata pelajaran dan menjadi rujukan dalam pelaksanakan pembelajaran.
Kalau kita merujuk ke sejumlah sumber, kata kurikulum ini memiliki banyak definisi, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks; ada definisi yang merujuk pada sebuah dokumen ada juga yang mengarah pada aktivitas. Dalam Kamus Webster’s (1857), misalnya, istilah kurikulum didefinisikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh para siswa untuk dapat naik kelas atau mendapat ijazah. Pengertian senada disampaikan oleh Robert Zais (1976) yang mengatakan kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau untuk memperoleh ijazah. Kedua definisi ini menekankan pada daftar mata pelajaran. Jadi apa yang disebut dengan kurikulum itu adalah deretan nama mata pelajaran bagi siswa kelas tertentu dan sekolah tertentu. Kalau kita mengatakan “kurikulum SD kelas 5″, maka yang terbayang dalam pikiran kita adalah nama-nama mata pelajaran yang harus dipelajari dan dikuasai oleh siswa kelas 5 untuk bisa naik ke kelas 6. Implikasinya adalah kalau kita akan mengembangkan kurikulum, misalnya kurikulum “SD Islam Terpadu”, maka yang akan kita pikirkan dan akan kita diskusikan adalah mata-mata pelajaran apa saja yang akan kita sajikan untuk dipelajari oleh siswa kita di SD Islam Terpadu tersebut.
Pertanyaannya adalah apakah dengan hanya mempelajari sederatan mata pelajaran yang telah ditetapkan, para siswa kita dapat menjadi manusia yang kita harapkan? Dengan kata lain, apakah untuk mendidik mereka menjadi manusia yang berkualitas cukup dengan hanya “mengajarkan” sejumlah pengetahuan (konsep, teori, prinsip, prosedur) yang telah tersusun dalam sebuah disiplin ilmu yang kita tetapkan? Apakah perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang selalu berkembang sudah tercakup dalam mata pelajaran yang telah kita tetapkan?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mendorong para ahli lain memokuskan definisi kurikulumnya pada sudut pandang yang berbeda. William B. Ragan (1963), Beauchamp (1964), dan Harold B. Alberti Cs. (1965) mendefinisikan kurikulum menekankan pada aspek pengalaman dan kegiatan belajar siswa. Jadi yang mereka sebut kurikulum adalah semua pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan oleh (guru) sekolah dan dialami siswa, baik itu yang dilaksanakan di kelas, di halaman sekolah, bahkan di luar sekolah sekalipun. Bisa jadi pengalaman dan kegiatan belajar yang dialami siswa ini tidak secara langsung berhubungan dengan suatu mata pelajaran tertentu, seperti kegiatan berkemah, pramuka, kelompok ilmiah remaja, dll.
Pengertian yang sejalan dengan pendapat di atas, namun lebih fokus, adalah definisi yang dikemukakan oleh Soedijarto, karena beliau menambahkan aspek tujuan pendidikan. Artinya semua pengalaman dan kegiatan belajar yang dirancang guru tersebut dikatakan kurikulum apabila semuanya itu relevan dan mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan dari lembaga tersebut. Dengan mengacu pada pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh kelompok ini, maka pada saat kita bicara kurikulum, kita tidak hanya memikirkan pengalaman belajar yang sudah tersusun secara sistematis dalam bentuk mata pelajaran (disiplin ilmu tertentu), tetapi juga berbagai aktivitas lain, yang belum tercakup dalam disiplin ilmu tertentu selama aktivitas tersebut dinilai akan membantu siswa dalam menguasai tujuan pendidikan dari lembaga tersebut. Pengertian kurikulum ini relatif lebih dinamis, yang memungkinkan kurikulum itu secara cepat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat dan iptek. Dengan kurikulum yang dinamis, memungkinkan sekolah menjadi lebih fleksibel dan dinamis, terus berkembang menyesuaikan perkembangan, yang pada akhirnya akan mengantarkan anak didiknya ke suatu kondisi yang lebih match dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan iptek. Dengan kata lain, sekolah menjadi tidak statis, yang hanya menyajikan pengalaman belajar (materi pelajaran) yang “itu itu saja”; kadaluarsa.
Pengertian kurikulum yang lebih luas dan komprehensif dikemukakan oleh J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller (1973) dan Alice Miel (1945). Ketiga ahli tersebut melihat kurikulum bukan hanya berkenaan dengan mata pelajaran dan kegiatan belajar, tetapi juga menyangkut sarana prasarana, metode, waktu, sistem evaluasi, dan administrasi supervisi. Mereka memandang semua hal tersebut termasuk dalam kurikulum, karena semuanya akan mempengaruhi perkembangan siswa. Bila kita mengacu pada pendapat Trump dkk. di atas, maka pada saat kita bicara kurikulum, kita akan membicarakan seluruh aspek yang akan mempengaruhi siswa belajar, dan yang akan mengantarkan para siswa kita menguasai kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian yang harus kita pikirkan bukan hanya pengalaman belajar dalam bentuk materi pelajaran saja, tetapi juga sarana dan prasarana yang diperlukan siswa dalam menguasai kompetensi, metode yang digunakan dalam proses penguasaan kompetensi, sistem evaluasi yang akan digunakan, termasuk berbagai aturan yang akan diterapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang disebut dengan kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu kurikulum sebagai sebuah dokumen yang berisi rencana pengalaman-pengalaman belajar yang akan dipelajari dan dikuasai oleh para siswa dalam rentang waktu tertentu atau disebut dengan kurikulum tertulis (written curriculum), dan kurikulum sebagai pengalaman dan kegiatan belajar yang dialami siswa secara nyata atau yang disebut dengan kurikulum nyata (real curriculum). Untuk mengembangkan kurikulum nyata diperlukan sejumlah faktor pendukung mulai dari bahan ajar, sarana prasarana, media/sumber belajar, metode, dan sistem evaluasi.
B. Prinsip Pengembangan Kurikulum

Untuk mendapatkan kurikulum yang bermakna, kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang tepat. Ada sejumlah prinsip pengembangan kurikulum, diantaranya prinsip relevansi, efektivitas dan efesiensi, fleksibilitas.
1. Prinsip Relevansi
Prinsip relevansi merupakan prinsip yang paling mendasar dalam sebuah kurikulum. Prinsip ini juga bisa dikatakan sebagai rohnya sebuah kurikulum. Artinya apabila prinsip ini tidak terpenuhi dalam sebuah kurikulum, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi artinya; kurikulum menjadi tidak bermakna. Prinsip relevansi mengandung arti bahwa sebuah kurikulum harus relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), relevan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, relevan dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat (dunia kerja).
Suatu kurikulum harus relevan dengan perkembangan iptek artinya suatu kurikulum harus memuat sejumlah iptek yang terbaru (up to date) sehingga para siswa mempelajari iptek yang benar-benar terbaru yang memungkinkan mereka memiliki wawasan dan pemikiran yang sejalan dengan perkembangan jaman; Suatu kurikulum harus menyajikan pengalaman-pengalaman belajar yang sedang “digandrungi”, yang sedang hangat dibicarakan. Dengan demikian wawasan, pengetahuan, dan pengalaman belajar anak menjadi selalu sesuai dengan perkembangan iptek.
Suatu kurikulum juga harus relevan dengan karakteristik siswa maksudnya adalah suatu kurikulum harus sesuai dengan potensi intelektual, mental, emosional, dan fisik para siswa. Apabila kurikulum tersebut dilaksanakan menjadi sebuah riil kurikulum akan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak menjadi kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan kehidupannya.
Terakhir, kurikulum juga harus relevan dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat. Artinya sebuah kurikulum harus membekali para siswa dengan sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang baik; siswa pada saatnya dapat berkiprah dan berkompetisi dalam suatu masyarakat yang semakin kompetitif. Dalam konteks ini, paling tidak ada dua dimensi kondisi masyarakat yang harus benar-benar mendapat perhatian, pertama adalah kondisi masyarakat saat ini, dan kedua kondisi masyarakat di masa akan datang, dimana siswa akan menjadi bagian dari masyarakat tersebut. Terkait dengan kondisi masyarakat saat ini, tuntutan relevansi ini untuk menjamin bahwa kurikulum yang dipelajari siswa akan memberi bekal kepada mereka untuk dapat hidup secara wajar dalam masyarakatnya. Siswa dapat beradaptasi dan berpartisipasi dalam lingkungan masyarakatnya. Sementara terkait dengan kondisi masyarakat yang akan datang, kurikulum diharapkan akan memberi kemampuan dasar untuk memungkinkan siswa dapat memasuki dunia nyatanya sebagai manusia, dimana dia harus berkiprah dalam masyarakat sebagai anggota masyarakatnya secara mandiri, dan terutama mereka harus memasuki dunia kerja yang harus dilakukannya dengan baik. Untuk itu para pengembang kurikulum harus mampu memprediksi dan mendapat gambaran yang jelas tentang kondisi masyarakat di masa yang akan datang pada saat anak-anak dapat dikatakan dewasa untuk memasuki dunianya. Berdasarkan gambaran tersebut dirancang kurikulum yang memberikan kemampuan-kemampuan dasar yang diperlukan dalam memasuki masyarakat tersebut.
Pada kurikulum tingkat pembelajaran, Israel Scheffler mengingatkan bahwa suatu kurikulum harus memenuhi tiga jenis relevansi, yaitu relevansi epistemologis, relevansi psikologis, dan relevansi sosiologis atau moral. Suatu kurikulum dikatakan memiliki relevansi epistemologis apabila kurikulum tersebut menuntut siswa secara aktif mencari, menemukan, merumuskan sendiri pengetahuan dan pengalaman belajar yang harus dikuasainya. Kurikulum seperti ini menuntut digunakannya berbagai pendekatan yang menuntut keterlibatan siswa secara langsung, baik secara fisik maupun mental, seperti pendekatan pembelajaran active learning, CBSA, discovery inquiry learning, juga tentunya Pembelajaran Aktif, Interaktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM).
Suatu kurikulum dikatakan memenuhi prinsip relevansi psikologis apabila kurikulum tersebut menuntut siswa terlibat secara mental dan intelektual (berpikir). Siswa terlibat dalam memecahkan berbagai persoalan yang dibahas, tertantang untuk mengajukan pendapat dan memberi masukan atas suatu persoalan. Kurikulum seperti ini akan terjadi apabila menerapkan pendekatan yang berbasis masalah. Pendekatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem based learning, adalah contoh kurikulum yang memenuhi prinsip ini.
Sementara itu, kurikulum dikatakan memiliki relevansi sosiologis atau moral, apabila isi atau pengalaman belajar yang dipelajari siswa memiliki nilai dan manfaat (meaningfull), baik sebagai bekal untuk mengikuti proses pembelajaran berikutnya, terutama untuk memasuki masyarakat yang sesungguhnya.
2. Efesiensi dan Efektivitas
Prinsip efesiensi dan efektivitas terkait dengan cost yang akan digunakan dan hasil yang akan dicapai dalam implementasi kurikulum. Sebuah kurikulum dikatakan memenuhi prinsip efesiensi apabila kurikulum tersebut memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak terlalu besar. Semakin sedikit/kecil waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan dalam mengembangkan dan melaksanakan kurikulum, maka semakin efesien kurikulum tersebut. Namun penerapan prinsip ini jangan sampai mengabaikan prinsip efektivitas, karena seefesien apapun suatu kurikulum, tapi kalau tidak efektif, juga tidak ada artinya. Prinsip efektivitas terkait dengan besarnya atau banyaknya tujuan kurikulum yang dicapai. Semakin banyak tujuan pendidikan yang dicapai melalui proses pembelajaran (implementasi kurikulum), maka dikatakan kurikulum tersebut efektif.
3. Fleksibilitas
Prinsip fleksibilitas terkait dengan keluwesan dalam tahap implementasi kurikulum. Penerapan prinsip fleksibilitas dalam kurikulum adalah bahwa suatu kurikulum harus dirancang secara fleksibel/luwes sehingga pada saat diimplementasikan memungkinkan untuk dilakukan perubahan untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada yang tidak terprediksi saat kurikulum tersebut dirancang. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat sebuah kurikulum dirancang, pembelajaran akan dilaksanakan dengan menggunakan media LCD projector atau OHP/OHT. Namun pada saat hari H, terjadi pemadaman listrik di lokasi. Bagi kurikulum yang memenuhi prinsip fleksibilitas kondisi ini tidak menghambat keberlangsungan pembelajaran. Dengan sedikit melakukan perubahan pada aspek media yang digunakan pembelajaran tetap dapat berlangsung namun tetap mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan.
C. KTSP Sebagai Kurikulum Lokal

Sebagaimana kita ketahui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan dengan mengacu kepada sejumlah aturan perundangan mulai dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Permendiknas No. 24/2006 dan No. 6/2007 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006. Sementara dilihat dari aspek politis, lahirnya KTSP didorong oleh adanya keinginan untuk memberi kebebasan kepada masing-masing wilayah bahkan sekolah untuk mengembangkan kurikulumnya sendiri yang sesuai (relevan) dengan potensi, perkembangan, dan kebutuhan siswa dan lingkungannya.
Kebijakan diterapkannya KTSP juga didorong oleh adanya tuntutan yang kuat dari masyarakat untuk mendapatkan otonomi dalam pengembangan dan pengelolaan pendidikan, yang secara otomatis termasuk di dalamnya menyangkut aspek kurikulum. Dengan kata lain, dengan KTSP telah dilakukan desentralisasi pengembangan kurikulum, yang selama ini dilakukan oleh pusat kurikulum secara sentralistik sekarang diserahkan kepada wilayah masing-masing, bahkan kepada tingkat satuan pendidikan (sekolah).
Dengan menerapkan KTSP diharapkan setiap sekolah paling tidak suatu daerah dapat benar-benar memperhatikan kondisi daerahnya masing-masing, baik kondisi lingkungan fisik, sosial, maupun budayanya. Mereka dapat melestarikan dan mengembangkan berbagai budaya daerahnya dengan memasukkannya sebagai bagian dari kurikulum, apakah itu dijadikan sebagai isi / materi yang secara khusus dipelajari dalam bentuk mata pelajaran maupun hanya sebagai sumber belajar. Sekolah dapat menjadikan lingkungan fisik dan sosialnya sebagai sumber belajar yang sangat kaya, untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep disiplin ilmu tertentu, dan sekaligus mengenalkan siswa dengan lingkungannya, agar mereka tidak terasing dengang lingkungannya. Lebih jauh tentunya melalui KTSP, kita memberi bekal kemampuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) yang dibutuhkan oleh lingkungan sekitar, sehingga pada akhirnya siswa dapat berkiprah dan berpartisipasi dalam melakukan pembangunan daerahnya; mereka menjadi putra daerah yang tidak perlu berurbanisasi untuk mencari pekerjaan ke tempat lain (kota), karena mereka dapat bekerja di daerahnya masing-masing.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (PP No. 19/2005). Artinya KTSP yang disusun oleh suatu sekolah bisa berbeda dengan KTSP sekolah lain, karena masing-masing sekolah memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, KTSP bisa juga disebut sebagai kurikulum lokal. Hal ini juga ditunjukkan oleh prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam pengembangan KTSP, yang diantaranya berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan lingkungannya; Beragam dan terpadu; Relevan dengan kebutuhan kehidupan; dan Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus
E. Kurikulum Berbasis Lokal Berwawasan Global

Kurikulum seperti apa yang berkualitas? Sesungguhnya tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Namun secara umum sebuah kurikulum dikatakan baik apabila ia mampu memfasilitasi dan menstimulasi potensi yang dimiliki siswa agar menjadi kompetensi yang dapat digunakan untuk membangun lingkungannya di era global. Kurikulum yang mampu menghasilkan siswa yang kreatif dan inovatif, mampu mengangkat potensi diri siswa dan daerahnya menjadi sesuatu yang bernilai tambah. Kurikulum yang mampu mendidik siswanya menghadapi tantangan globalisasi dan mengelolalnya sedemikian rupa sehingga menjadi peluang untuk mendapatkan manfaat yang besar dari kondisi tersebut. Ini artinya sebuah kurikulum yang baik harus memperhatikan minimal tiga aspek, yaitu potensi siswa, kondisi lingkungan lokal, dan kondisi lingkungan global.
Potensi yang dimiliki siswa merupakan modal utama dalam pendidikan. Pendidikan yang kita laksanakan sesungguhnya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik menjadi kompetensi. Falsafahnya adalah siswa belajar bukan untuk menjadi orang yang serba tahu; bukan untuk menjadi kamus berjalan; bukan menjadi robot, tapi untuk menjadi dirinya sendiri dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kurikulum yang kita kembangkan harus memberi kesempatan kepada semua siswa untuk menjadi dirinya sendiri, dan men-triger potensi mereka agar berkembang, sehingga mereka menjadi manusia yang utuh, yang berbeda dengan yang lain namun tetap memiliki kekuatan/kompetensi yang dapat diandalkan. Ingat! peradaban manusia ini berkembang karena kerja mereka yang memiliki “kelainan” dalam hidupnya; Mereka yang berani “tampil beda”.
Di samping bertujuan mengembangkan potensi siswa menjadi kompetensi, pendidikan juga harus mampu mendidik dan mempersiapkan siswa menjadi manusia yang mampu berkiprah di dalam masyarakatnya. Untuk itu, maka setiap individu harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang seluk beluk daerah asal dan sekitarnya, agar mereka tahu betul akan sejarah, kebutuhan, dan karakteristik daerahnya. Dalam konteks Provinsi Lampung, misalnya mereka dikenalkan dengan sejarah masih-masing kota yang ada di Provinsi Lampung, yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda; Dikenalkan mengapa Provinsi Lampung dijuluki Provinsi “Sang Bumi Ruwai Jurai”, dan berbagai simbol budaya yang penuh makna dan menunjukkan kekayaan kebudayaan Lampung, seperti Lamban Dalom Kebandaran Marga Balak, Lambahana atau Nuwou Sesat atau Nuwou Bantaian, Rang Ngaji atau Pok Ngajei, serta Lamban Pamanohan. Tidak kalah pentingnya mengenalkan dan melatih siswa untuk menguasai bahasa dan aksara daerah. Semua pengetahuan ini harus dijadikan sebagai bahan kajian dan sumber belajar bagi para siswa, menjadi isi kurikulum dengan tujuan di samping untuk melestarikan berbagai budaya tersebut, juga untuk menumbuhkan rasa bangga akan daerahnya yang merupakan bagian dari NKRI.
Setiap individu juga harus memiliki nilai, falsafah, norma, dan adat-istiadat yang berlaku di daerah dan sekitarnya, agar mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara harmonis. Kondisi ini penting untuk dapat membangun masyarakat menuju suatu masyarakat yang diinginkan. Falsafah Piil Pasenggiri yang luhur harus diupayakan benar-benar tertanam dalam jiwa setiap individu dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan falsafah ini akan terbangun masyarakat yang terbuka dalam pergaulan (Nengah Nyappur), terbuka tangan, murah hati dan ramah pada semua orang (Nemui Nyimah), bernama, bergelar, saling menghormati (Berjuluk Beadek), dan juga masyarakat yang suka bergotong royong dan tolong menolong (Sakai Sambayan). Sungguh nilai-nilai kehidupan yang luhur. Sekolah memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan menanamkan nilai-nilain falsafah tersebut kedalam setiap jiwa para siswanya dan terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah setiap individu juga harus memiliki berbagai keterampilan yang dibutuhkan oleh daerahnya, baik keterampilan yang berhubungan dengan tuntutan pekerjaan, maupun keterampilan dalam menggunakan berbagai peralatan kesenian. Semua kondisi ini diperlukan agar setiap individu dapat berpartisipasi dan bahkan mengabdikan dirinya bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Siswa, di samping sebagai makhluk individu, ia juga sebagai makhluk sosial. Di lihat dari sejarahnya, pendidikan formal seperti sekolah lahir karena para orang tua sudah tidak mampu lagi membekali anak-anak mereka untuk dapat hidup dalam masyarakat yang semakin kompleks. Mereka membutuhkan bantuan orang lain (guru) yang dianggap mampu mempersiapkan anak-anak mereka melaksanakan tugasnya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Maka lahirlah institusi sekolah. Oleh karena itu fungsi itu tidak boleh diabaikan. Artinya, kita para pendidik di sekolah mempunyai tanggung jawab untuk mempersiapkan anak didik kita agar mampu hidup dalam masyarakatnya secara harmonis dan produktif. Untuk itu maka kurikulum yang digunakan sekolah harus berorientasi kepada karakteristik lingkungan dimana anak-anak didik kita hidup, agar mereka mempelajari, memahami, dan menguasai berbagai aspek kehidupan di lingkungannya; mereka diharapkan dapat menjaga sikap dan perilakunya secara harmonis dengan lingkungannya; mereka tidak menjadi terasing dengan lingkungannya; mereka dapat memanfaatkan potensi lingkungannya menjadi kekuatan yang memiliki nilai tambah yang tinggi dan memiliki kemampuan bersaing yang kuat menghadapi tantangan global. Dengan kata lain kurikulum harus mampu memberi pengalaman belajar dan kemampuan para siswanya untuk mengembangkan berbagai budaya daerah menjadi kekuatan ekonomi yang siap berkiprah di era global. Berbagai budaya daerah Lampung yang berpotensi untuk dikembangkan adalah budaya dalam bentuk produk, seperti: kain Sarat, kain Tapis, Topi Sulam Usus; budaya dalam bentuk kesenian, seperti Tala (Talo Balak), Tari Sembah, Sastra lisan dan tulisan; juga tidak kalah menariknya budaya kuliner dan keindahan alam (cagar budaya).
Lebih jauh setiap siswa di samping sebagai anggota masyarakat sekitarnya (lokal) juga sebagai anggota masyarakat yang lebih luas yaitu masyarakat global. Oleh karena itu, suatu kurikulum dikatakan berkualitas apabila kurikulum tersebut mampu mempersiapkan siswanya menjadi anggota masyarakat global yang siap bersaing. Ini artinya, kurikulum harus memberi kemampuan kepada para siswa yang diperlukan untuk dapat hidup dan bersaing di dalam era global. Pertanyaannya adalah kemampuan apa yang harus dikembangkan pada siswa untuk memasuki era global? Tentu kemampuan yang dikembangkan harus merujuk kepada karakteristik era globalisasi, diantaranya yaitu:
• kemampuan menahan penetrasi budaya negatif yang diakibatkan oleh berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional, turisme dan pariwisata, dan berkembangnya mode yang berskala global, seperti film, dll. Dalam konteks ini setiap individu harus memiliki ketahanan spiritual dan ketahan budaya yang kokoh sebagai benteng dalam mencegahnya.
• kemampuan untuk memenangkan persaingan dalam bidang ekonomi sebagai akibat dari terjadinya globalisasi dalam bidang produksi, pembiayaan, jaringan informasi, dan juga perdagangan. Dalam konteks ini, di samping kemampuan untuk menghasilkan produk dan jasa yang mampu bersaing, yang tidak kalah pentingnya adalah mampu menghasilkan produk dan jasa yang berbasis lokal untuk tampil sebagai produk dan jasa yang baru (inovatif). Pengembangan berbagai kerajinan yang berasal dari Sulaman Usus dan Kain Tapis adalah diantara produk lokal yang sangat inovatif dan kompetitif. Pengembangan wisata kuliner, seperti Pindang, Martabak Kentang, dan Empek-empek, serta wisata budaya dan alam yang menjadi ciri khas Lampung seperti Taman Nasional Way Kambas, sebagai Pusat Latihan Gajah.
• Kemampuan bersaing dalam memperebutkan pasar kerja, terutama pasar kerja di negara-negara anggota AFTA dan APEC. Dalam konteks ini yang diperlukan adalah anak-anak didik kita yang memiliki pengetahuan, skill, dan sikap yang berskala global. Penguasaan teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu kompetensi yang tidak bisa diabaikan. Di samping itu penguasaan bahasa internasional, khususnya bahasa Inggris juga menjadi prasarat untuk dapat memperebutkan pasar kerja di negara-negara AFTA dan APEC. Sikap dan perilaku manusia modern, seperti disiplin, menghargai waktu, dan komit terhadap tugas, adalah diantara sikap yang harus dikembangkan.
F. Penutup

Tantangan di masa depan yang akan dihadapi anak-anak kita merupakan tantangan yang sangat berat. Era globalisasi yang salah satunya ditandai oleh era persaingan bebas yang ketat dalam berbagai aspek kehidupan merupakan era yang tidak bisa dihindari. Era globalisasi adalah suatu kenyataan. Era globalisasi bisa menjadi berkah, tapi bisa juga menjadi musibah. Bergantung pada kesiapan anak-anak kita dalam memasukinya.
Sekolah sebagai salah satu institusi sosial bertugas menyiapkan anak-anak didik kita untuk siap dan berkemampuan dalam memasuki era globalisasi. Kurikulum dan berbagai pengalaman belajar yang dialami anak di sekolah harus memberi bekal (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) yang relevan untuk bisa hidup dan sekaligus memenangkan kompetisi yang sangat ketat.
Penggalian, pengembangan, dan pemanfaatan potensi daerah (lokal) merupakan salah satu kekuatan alternatif yang bisa diberikan kepada anak-anak kita dalam menghadapi era global. Karena dalam memasuki era global kita bukan hanya harus mampu menawarkan produk dan jasa yang kompetitif, tetapi yang paling penting adalah mampu menghasilkan produk dan jasa yang inovatif, yang belum pernah ada dan belum dimiliki oleh pihak lain.
Oleh karena itu pengembangan kurikulum sekolah harus berbasis pada budaya daerah dengan memperhatikan karakteristik globalisasi. Kurikulum harus menjadikan potensi daerah sebagai sumber belajar dalam upaya mempertahankan eksistensi budaya tersebut juga menjadikan budaya tersebut sebagai komoditas ekonomi yang unggul